Rabu, 27 November 2013

STRUKTURALISME DAN SEMIOTIK


Sebuah penelitian atau sebuah tinjauan dalam desain selalu mencari metoda
penelitian atau tinjauan yang tepat, diharapkan hasilnya lebih efektif untuk desain,
designer maupun untuk penggunadesain.
Strukturalisme adalah sebuah pisau alternatif untuk membedah desain secara
langsung dengan melihat struktur atau susunan tanpa melihat historis atau penggalan
waktu pada desain. Sedangkan semiotik adalah ilmu tanda, jadi dengan kajian
strukturalisme dan semiotik, langsung bisa mengungkap secara denotatif dan konotatif
dalam sebuah desain.
1. Strukturalisme menurut Jeans Piaget
Jean Piaget berpendapat bahwa struktur mempunyai tiga sifat, yaitu;
a. Totalitas
Totalitas, Transformasi dan ot6oregulasi/ pengaturan diri. Sebuah Struktur harus
dilihat sebagai suatu totalitas. Meskipun terdiri dari sejumlah unsur yang saling bekaitan
satu sama lain dalam sebuah kesatuan. Dilihat secara hirarkis, sebuah struktur terdiri atas
sejumlah sub-struktur yang terikat oleh struktur yang lebih besar. Struktur merupakan
sesuatu yang dinamis karena di dalamnya ada kaidah transformasi. Jadi pengertian
struktur tidak terbatas pada kon6sep terstruktur, tetapi sekaligus mencakup pengertian
proses menstruktur.
b. Transformasi
Pengertian transformasi menjadikan sifat yang dinamis, hal ini berkaitan dengan
otoregulasi yang ada pada sebuah struktur. Struktur adalah sebuah bangunan yang terdiri
dari berbagai unsur yang satu sama lain saling berkaitan. Dalam setiap perubahan yang
terjadi pada sebuah unsur struktur akan mengakibatkan perubahan pada unsur lain, hal ini
akibat dari hubungan antar unsur menjadi berubah.
c. Otoregulasi
Otoregulasi adalah hubungan antar unsur akan mengatur diri sendiri, bila ada
unsur yang berubah atau hilang, inilah yang dimaksud dengan pengaturan diri atau
otoregulasi (Benny. 1995; ix).
Istilah struktur sering dikaitkan dengan sistem, seperti dua sisi sebuah mata uang.
Perbedaan dan kaitan antara struktur dengan sistem pada konsep Ferdinan de Sausure
tentang relasi sintagmatis dan asosiatif, hubungan sintagmatis adalah hubungan yang
tersusun dalam kombinasi/ gabungan. Hubungan sintagmatis membentuk struktur seperti
rumah beratap joglo (model Jawa Tengah) diberi tiang Romawi pada bagaian mukanya.
Antara unsur Jawa (atap) dan unsur Romawi (tiang) terdapat hubungan sitagmatis. Dalam
analisis bahasa, hubungan semacam ini disebut sebagai hubungan sintagmatis dan linier,
artinya urutan antar unsur bahasa sudah tertentu dan tidak dapat diubah, sebab bila
dirubah maknanyapun akan berubah.
Hubungan sintagmatis itu atau struktural itu terjadi menurut perspektif ruang
karena menyangkut kombinasi antar unsur yang masing-masing mengisi ruang tertentu.
Jadi Langue menurut Saussure adalah suatu pengetahuan dan kesadaran secara kolektif
dimiliki oleh suatu masyarakat mengenai sesuatu hal dalam wilayahnya, seperti sistem
arsitektur masyarakat Jawa menyatukan unsur-unsur atap joglo, tiang, pintu, dan jendela
dengan berbagai bentuk dan ukuran. Demikan pula dengan arsitektur Romawi Kuno
menyatukan unsur-unsur berbagai jenis tiang dan atap, sistem disadari oleh
masyarakatnya secara kolektif. Sistem itu diwujudkan dalan bentuk sesuatu yang
kongkrit oleh Saussure disebut parole, dan dalam kenyataannya disebut struktur.
Dalam pemahaman strukturalisme, sistem/langue dan struktur/parole adalah alat
untuk mengkaji dengan baik gejala adopsi unsur budaya asing. Adopsi dimulai dengan
peminjaman budaya asing, kalau masih dianggap janggal maka statusnya masih pinjaman
(masih dianggap sebagai anggota sistem yang lain). Jika sesuatu unsur dalam sebuah
struktur yang tadinya berasal dari luar sistem itu berada dalam suatu masyarakat maka
terjadilah proses tersebut. Contoh’ Jas (dari sitem pakaian Eropa) yang digunakan dalam
struktur pakaian untuk sholat Idul Fitri dengan sarung dan peci, pada suatu waktu unsur
dari sistem itu sudah menjadi bagian dari sisrtem kita setelah masuk ke dalam struk6tur
pakaian (Benny. 1995; 4).
2. Langue Parole
a.Langue
Langue menurut Saussure adalah suatu pengetahuan dan kesadaran yang dimiliki
secara kolektif oleh suatu masyarakat dalam wilayahnya. Kemudian Rolan Barthes
menegaskan “ it is essentially a collective contract which one must accept in its entirety
if one wishes to communicate moreover, this social product is autonomous”.
Karena merupakan kesepakatan sehingga tidak dapat dikreasikan atau direkayasa
oleh individu. Ini seperti permaianan dengan peraturannya yang disepakati bersamasama,
yang tidak mungkin dibuat atau dirubah oleh pemain secara sendiri-sendiri. Atau
seperti tanda pada mata uang yang resmi, untuk dipergunakan sebagai alat beli sesuai
kwantitasnya dan mempunyai hubungan dengan tanda pada mata uang yang lainnya.
Disini terlihat bahwa langue adalah sistem yang disepakati secara kolektif oleh
masyarkat, instuisi dan aspek sistematis yang menjadikan adanya suatu kesepakatan dan
terhindar dar arbitrary atau tanda yang sewenang-wenang, dan sekaligus menjadikan
suatu tanda yang pasti, ini menentang rekayasa yang datang dari perorangan. Hal ini
merupakan kode yang terjadi karena konvensi masyarakat.
b. Parole
Sedangkan Parole, Berbeda dengan langgue, parole adalah merupakan tindakan nyata
dari individu dengan menggunakan kode dari langue, hal ini dipertegas oleh Roland
Barthes: “parole is essentially an individual act of selection actualization; it is made in
the first place of the combination thanks to wich the speaking subject can use the code of
the language with a view to expressing his personal thought ”.
Jadi parole merupakan suatu tindakan nyata dalam mengungkapkan kode-kode yang
ada dimasyarakat, misalnya pakaian ada tanda, didalamnya ada sistem/ langue (ada
konvensi/ kesepakatan masyarakat) merupakan instuisi misalnya pakaian resmi (parole)
merupakan aksi/ event dari gaya atau pemakaian pakaian resmi tersebut, dan ada
paradigmatiknya atau kecocokannya.
Dalam penggunaan sistem secara nyata, terdapat suatu prinsif yang disebut
prinsif diperensi atau prinsif perbedaan yang diakibatkan oleh kode yang ada di
masyarakat terjadi pada proses pemaknaan dari sebuah tanda atau material yang bersifat
transenden atau melampaui realitas, contohnya;
Bunga Kasih sayang
Kenapa bunga, karena bukan Mobil
Atau karena bukan Piala
Kemudian terjadi pula pada penamaan suatu material, seperti;
Kenapa disebut PEN
Karena bukan PIN, atau
Karena bukan PAN
3. Sign dan Ideologi
Menurut Aart Van Zoest fungsi esensial dari tanda untuk membuat hubungan-hubungan
yang tidak 6efesien menjadi 6efesien, tidak untuk menyebabkan mereka bertindak, akan tetapi
hanya untuk menempatkan kebiasaan dalam satu aturan-aturan yang umum sehingga pada
waktunya hubungan-hubungan tersebut bisa menjadi operasional.
a. Sign
Berdasarkan relasi diantara tanda dan denotatumnya, Pierce membedakan tiga jenis tanda
yakni;
(1). Iconis, adalah suatu yang bisa ada sebagai suatu kemungkinan, terlepas dari adanya
denotatum, akan tetapi yang dapat dihubungkan dengan denotatum berdasarkan persamaan
potensial dengan sesuatu itu.
(2). Indeks, adalah tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaannya suatu denotatum.
Dalam terminologi Pierce, merupakan suatu second, suatu tanda yang m6empunyai kaitan
kausal ataupun berdekatan dengan apa yang diwakilinya, contoh asap dengan api, tidak ada
asap kalau tidak ada api. Asap merupakan indeks.
(3). Simbol adalah suatu tanda, dimana relasi diantara tanda dengan denotatumnya ditentukan
oleh suatu peraturan yang berlaku umum; ditentukan oleh suatu 6kesepakatan bersama atau
konvensi (Aart Van Zoest. 1978;17).
Dalam tanada/ sign dikenal dengan trianggel yaitu antara tanada, penanda dan pertanda,
seperti bagan dibawah ini;
Sign
Penanda Pertanda
(Matrial)
Hubungan antara tanda/ sign, penanda/ signifier dan penanda/ signified merupakan suatu
kesepakatan atau sitem/ langue atau bisa dikatakan kode yang disepakati oleh masyarakat
menjadi suatu bahasa. Hal ini terjadi pada tanda tingkat pertama, juga pada penandan dan
pertanda tingkat pertama sedangkan pada tingkat kedua hal ini akan menjadi suatu ideologi.
Untuk itu perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan ideologi.
Ideologi bukan hanya sekedar tipe dari speech, melainkan pesan disampaikan kepada
masyarakat mungkin berbentuk objek, konsep, atau ide. Ini adalah gambaran pertama dari
ideologi yang dipertegas oleh Roland Barthes seperti berikut:
“…, it is not any type; language needs special conditions in order to become myth;
….established at the start is that myth is system of communication, that is message. This allows
one to perceive that myth can not possibly be an object, concept, or an idea; ….”
Dalam ideologi, akan ditemukan lagi istilah tri-dimensional patren, yaitu;
Sign, Signifier dan signified, namun pada ideologi ada tingkatan yang keduanya dimana petanda
akan memberikan petanda pada tingkatan ke dua atau bisa dikatakan sebagai makna ke dua. Dari
penanda kemudian penanda yang akan menjadi tanda yang6 menghasilkan penanda ke dua dan
petanda ke dua akan menhasillkan tanda.
Untuk lebih jelasnya kita simak apa yang diuraikan raland barthes, yaitu sebagai berikut;
“ myth is a peculiar system, in that it is constructed from a semiology chain which axisted before
it: it is second-order semiologycal system. That which is a sign (namely the associative total of a
concept and an image) in the first system, becomes a more signifier in the second.”.
Bila dilihat dari hirarkinya maka penjelasan diatas oleh Roland Barthes diskemakan seperti
berikut ini;
Langua
MIYTH
4. Syntagm dan System
Syntagm adalah kombinasi dari tanda pada ruang yang mendukungnya, dan dapat
dirubah berdasarkan pengertian yang sama, kesesuaian dari paradigmatiknya. Kecocokannya
contohnya dalam makan – nasi/ lauk/ sayur/ buah/ minum. Ini merupakan tahap pertama dari
syntagm seperti yang diungkapkan oleh Saussure, yaitu “ The syntagm is combination of sign,
wich has space as a support,”. Sedangkan tahap keduanya diterangkan “ the units wich have
something in common are associated in memory and thus form groups within which various
relation ships can be found;”. Pada tahap ke dua merupakan penggantian dengan pengertian
yang sama pada penggantinya, seperti; Saya melihat rumah, rumah disini bisa dikatakan atau
diganti dengan gubuk, villa dan seterusnya.
System merupakan konstitusi yang kedua dari language, Saussure melihat dari bentuk yang
berurutan dari asisiatif, yang ditentukan oleh persamaan bunyi, atau oleh persamaan arti /
meaning (Roland Barthes,133).
Kemudian Roland Barthes menuangkannya pada skema dibawah ini:
1. Signifier 2. signified
3. Sign
I. SIGNIFIER
II. SIGNIFIED
III. SIGN
Sedangkan pada penggatian yang kedua menunjukan adanya penggantian dengan pengertian
yang sama, adalah sebagai berikut:
Syntagm A B C etc
A’ B’ C’
A” B” C”
System
Saya Melihat
Gubuk
Rumah
Vila
System Syntagm
Garmen
System
Set of pi6eces, part of details which
cannot be worn at the same time on
the same part of the body, and whose
variations coresponds to change in the
meaning of clothing: toque – bonnethood.
Et6c
Juxtaposition in the same type
of dress of different elements:
Skrit – blouse – jacket.
Persamaan Arti
DAFTAR PUSTAKA
1. Aart Van Zoest, 1978, Semiotik, Basisbucen, ambo, Bearn.
2. Benny H. Pent.: 1995, Jean Piaget, Strukturalisme, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
3. Geoffri Broadbent, 1980, Sign.Simbol and architecture, John Wiley & Son, New york
4. John Fiske, 1991, Introduction to Communication Study, Jonathan Cape Ltd, london.
5. Roland Barthes, 1972, Mythologyes, Jonathan Cape Ltd, London.
6. Roland Barthes, 1972, Writing Degree Zero & Elemenmts Semiology, Jonathan Cape Ltd,
London.
7. Terence Hawk, 1988, Structuralism & Semiotics, Routledge, london.
8. Umberto Eco, 1976, A Theori of Semiology, Indiana University Press, London

Tidak ada komentar:

Posting Komentar