Poskolonialisme didefinisikan sebagai teori yang lahir yang sudah
kebanyakan negara-negara terjajah yang memperoleh kemerdekaannya,
sedangkan kajian dalam bidang kolonialisme mencakup seluruh intelektual
nasional. Poskolonialisme sering juga disebut pascakolonial merupakan
intelektual modern yang merupakan reaksi dari dampak-dampak
kolonialisme. Poskolonialisme merupakan bentuk penyadaran dan kritik
atas kolonialisme.
Teori poskolonialisme sangat relevan dalam kaitannya
dengan kritik lintas budaya sekaligus wacana yang ditimbulkannya.
Tema-tema yang dikaji sangat luas budaya meliputi hampir seluruh aspek
kebudayaan, diantaranya politik, ideologi, agama, pendidikan, sejarah,
antropologi, kesenian etnisitas, bahasa dan sastra, sekaligus dalam
bentuk praktik di lapangan, seperti perbudakan, pendudukan, pemindahan
penduduk, pemaksaan bahasa, dan berbagai bentuk invasi kultural yang
lain.
Dalam hal ini, penulis akan membahas teori
poskolonialisme dalam judul cerita pendek “Apakah Dosa ? Kisah Mbak
Wid”. Cerita pendek ini karya Seno Gumira dalam buku “Biola Tak
Berdawai”. Cerita pendek “Apakah Dosa ? Kisah Mbak Wid” menceritakan
tentang perjuangan seorang wanita dalam menjalani kehidupan untuk
membiayai anaknya sampai bangku kuliah dengan cara terbaring di ranjang.
Hal tersebut umumnya banyak terdapat di daerah dari kalangan masyarakat
menengah ke bawah.
Mbak Wid berbaring di Ruang Lilin seperti sengaja membenamkan
diri dalam kemuraman. Seratus lilin memang memberi cahaya terang, namun
cahayanya yang kekuningan menenggelamkan perasaan seseorang dalam
kesenduan.
Cerpen ini menimbulkan suatu teori poskolonialisme.
Menurut Nyoman Kutha Ratna (2012: 205) menjelaskan bahwa poskolonialisme
merupakan teori atau tradisi intelektual sekaligus kontinuitas ruang
dan waktu dalam rentang sejarah. Sebagai teori ia menjadi relative dalam
batas-batasnya, sementara sebagai zaman atau era ia memiliki
batas-batas yang pasti. Sebagai teori poskolonilisme merupakan varian
dari posstrukturalisme dimana ia sejajar dengan teori-teori lain seperti
semiotika, resepsi, interteks, feminism, dan berbagai teori yang
menolak narasi besar.
Isi cerpen ini mengandung nilai kehidupan dalam kesalahan
(dosa) yang telah diperbuatnya di masa lalu. Dimana dalam tokoh
perempuan ingin melupakan masa lalu dengan ibunya, yang ia ceritakan
kepada temannya.
“Bisakah kamu bayangkan Renjani, bagaimana kehidupanku
berlangsung? Aku tidur di sebuah amben diluar kamar ibuku yang cuma
dibatasi gorden renda tua. Aku bukan hanya tidak bisa tidur. Renjani –
aku mendengar suara apapun dari kamar itu. Waktu kecil aku tidak
mengerti. Semakin lama aku semakin terpaksa mengerti sendiri apa yang
sedang belangsung di kamar itu dan siapakah ibuku itu.
Dalam kutipan tersebut jelas bahwa seorang anak haruslah
memahami apa yang sedang ibunya lakukan setiap malamnya. Namun, dari
salah satu tamu memberikan komik Mahabharata. Mahabharata merupakan
tokoh pewayangan yang memiliki seorang istri yang bersuami lima.
“Seorang tamu yang baru keluar kamar, sambil bergelayutan ditubuh
ibuku suatu hari berkata ketika melihat aku membaca komik itu. ‘Hmm.
Kamu sudah sampai bagian Pandawa dibuang ke hutan bersama Drupadi? Haha!
Asal tahu saja ibumu juga seperti Drupadi lho!’.
“Ibuku mencubitnya, dan ia tertawa mesum, tapi hatiku sakit
sekali. Aku tahu maksudnya, seperti Drupadi yang suaminya lima, maka
sumber kehidupan ibuku juga dari banyak laki-laki.
Lalu, tokoh perempuan ini memiliki tekat yang kuat dan bersumpah
kepada diri sendiri, ia akan menjadi dokter anak, yang menyelamatkan
anak-anak tunadaksa. Ia ingin menebus dosa-dosa yang telah dilakukan
oleh ibunya. Karena ibunya sering hamil dan menggugurkannya kembali.
Dua puluh bayi tunadaksa dalam kekelaman, mendengar meski tidak
mendengar percakapan kedua perempuan itu di luar. Kami para bayi
tunadaksa entah bagaimana caranya begitu saja saling mengerti
seolah-olah mempunyai satu hati. Aku sering tersentak oleh kenyataan
semacam ini – kenyataan-kenyataan ajaib, kenyataan-kenyataan tak
terjelaskan. Kami yang dipandang dengan penuh belas memandang kembali
dengan penuh belas.
Dari kutipan tersebut, terjelas bahwa kita dapat
mengetahui dan memahami bagaimana seorang anak rela patuh terhadap
pekerjaan yang dilakukan oleh ibunya. Dan ia sampai memiliki keinginan
untuk menebus kesalahan (dosa) yang telah dilakukan ibunya setiap malam.
Ia berusaha keras melupakan masa lalu dan menjadi mahasiswa kedokteran.
Ketika ia lulus, ibunya hadir dalam wisuda dan mengenakan kebaya yang
membuatnya begitu indah.
Pengembangan program KRR melalui jalur Pramuka sangatlah strategi, hal ini mengingat Gerakan Pramuka adalah suatu Gerakan Pendidikan untuk kaum muda (peserta didik 7 s.d 25 tahun) yang bersifat sukarela, non politik, terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal usul, ras, suku dan agama yang menyelenggarakan kepramukaan melalui sistem nilai yang didasarkan pada Satya dan Darma Pramuka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar