1. Pengertian Morfologi
Ramlan (1978:19) menjelaskan bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-peruahan bentuk kata terhadap golongan kata dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Nida (1949:1) menjelaskan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem dan susunannya di dalam pembentukan kata. Morfem adalah satuan terkecil bermakna yang akurat yang merupakan kata atau bagian kata. Susunan morfem yang diatur menurut morfologi suatu bahasa meliputi semua kombinasi yang membentuk kata atau bagian dari kata.
Verhaar (2004:97) juga menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang lunguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
1.1 Morf, Morfem, dan Alomorf
Dalam proses morfologi melibatkan unsur yang berupa morf dan alomorf. Morf merupakan unsur terkecil dari morfem yang secara struktur fonologik berbeda akan tetapi merupakan realisasi dari morfem yang sama.variasi morfem yang sama disebut alomorf. Lyons (1968:80) menyatakan bahwa morfem adalah unit analisis gramatikal yang terkecil. Katamba(1993:24) menjelaskan bahwa morfem adalah perbedaan terkecil mengenai makna kata atau makna kalimat atau dalam struktur gramatikal. Samsuri(1992:170) menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia men – adalah sebuah bentuk atau morf.
1.2 Prinsip Mengenal Morfem
Edi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa (1) morfem adalah satuan terkecil di dalam tingkatan morfologi yang bisa ditemukan lewat analisis morfologi, (2) morfem selalu merupakan satuan terkecil yang berulang-ulang dalam pemakaian bahasa (dengan bentuk yang lebih kurang sama)dengan arti gramatikal tertentu yang lebih kurang sama pula.
Samsuri(1992) mengemukakan tiga prinsip pokok pengenalan morfem. (1) Bentuk-bentuk yang berulang yang mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama. (2) Bentuk-bentuk yang mirip ( susunan fonem-fonemnya)yang mempunyai pengertian yang sama,termasuk morfem yang sama, apabila perbedaan-perbedaannya dapat diterangkan secara fonologis.(3) Bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang tidak dapat diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap sebagai alomorf-alomorf dari morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan itu dapat diterangkan secara morfologis.
1.3 Jenis Morfem
Berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibedakan menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas ialah morfem yang dalam tuturan bebas dapat berdiri sendiri, misalnya tidur, hujan, dan baca. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang dalam tuturan bebas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus melekat pada bentuk lain yang berupa bentuk bebas, misalnya ke-an.
Berdasarkan wujudnya, morfem dapat dibagi menjadi dua, yaitu morfem segmental dan morfem suprasegmental. Morfem segmental adalah morfem yang terdiri atas susunan fonem-fonem segmental, misalnya kursi terdiri atas fonem /k/ /u/ /r/ /s/ /i/ sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terdiri atas fonem suprasegmental misalnya tekanan, nada dan sendi. Misalnya bapak guru dan bapak//guru. Dengan adanya morfem suprasegmental yang berupa jeda, maknanya akan berbeda.
Berdasarkan letaknya morfem juga dapat dibagi menjadi dua yaitu morfem utuh dan morfem terbagi. Misalnya minuman, makanan, terdiri atas bentuk dasar minum dan makan yang merupakan morfem utuh, dan bentuk -an berupa sufiks atau disebut morfem terbagi.
1.4 Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif ( Abdul Chaer, 2003: 177). Afiksasi adalah bentuk( morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata ( Anton Moeliono, 26-27).
Afiksasi adalah bentuk atau morfem terikat secara morfologis yang terdiri dari awalan (prefiks), sisipan ( infiks), akhiran ( sufiks) dan gabungan dari prefiks dan sufiks ( konfiks).
( Abdul Chaer).
Sedangkan simulfiks sebagiannya terletak di muka bentuk dasar, dan sebagian terletak di belakangnya. Afiks meN-kan, meN-i, di-kan, dan di-i tidak merupakan simulfiks karena afiks-afiks tersebut tidak melekat bersama-sama pada satu bentuk dasar, dan tidak bersama-sama mendukung satu fungsi.
1.5 Komposisi atau Pemajemukan
Komposisi adalah proses penggabuangan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memilki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru ( Abdul Chaer, 2003: 185).
Dalam bahasa Indonesia kerap kali didapati gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru. Kata yang terjadi dari dua gabungan kata itu lazim disebut kata majemuk. Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya.
Ciri-ciri kata majemuk:
1) Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata, yang dimaksud dengan istilah pokok kata ialah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas.
2) Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah strukturnya.
1.6 Infleksi dan Derivasi
Katamba (1993) menjelaskan bahwa infleksi adalah pembentukan kata yang berkaitan dengan perilaku sintaksis, atau berkaitan dengan ketentuan proses afiksasi secara sintaktikal; sedangkan derivasi adalah proses pembentukan kata yang digunakan untuk membentuk item leksikal baru. Sedangkan verhaar (2004:143) menjelaskan bahwa infleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya kata tulis, menulis, dan ditulis merupakan proses infleksi karena tidak terjadi perubahan identitas leksikal. Sedangkan kata penulis merupakan proses derivasi karena telah terjadi perubahan identitas leksikal(bukan tentang tulisan tetapi orang yang menulis)
1.7 Kata dan Leksem
Matthews (1974) membedakan pengertian kata sebagai berikut: (a) kata adalah apa yang disebut kata fonologis atau ortografis (phonological or orthographical word ), (b) kata adalah apa yang disebut leksem, dan (c) kata adalah apa yang disebut kata gramatikal (gramatic word). Edi subroto (1996:269) menjelaskan pengertian tersebut bahwa kata menurut pengertian (a) semata-mata didasarkan atas wujud fonologis atau ortografisnya saja, sedangkan menurut pengertian (b) dan (c) berhubungan dengan konsep infleksi dan derivasi, sehingga apabila kita berbicara mengenai leksem, tidak dapat dipisahkan dengan konsep infleksi dan derivasi. Katamba (1993:17) mengemukakan bahwa kita bisa menggunakan istilah kata untuk mengacu pada realisasi fisik dari suatu leksem dalam berbicara atau menulis,jadi kita bisa menganggap see, sees, seeing, seen sebagai empat kata yang berbeda dari leksem yang sama.
1.8 Stem, Base, dan Root
Katamba (1993:45) menjelaskan bahwa stem adalah bagian kata yang berada sebelum afiks infleksional. Base merupakan bentuk apa saja yang dapat ditambahkan dengan afiks, baik afiks infleksional yang diseleksi dengan alasan sintaktik maupun afiks derivasional yang mengubah makna atau katagori gramatikal base-nya. Sedangkan root adalah inti kata yang tidak dapat direduksi dan tidak ada hal lain yang menempel padanya.
1.9 Analisis Unsur Langsung
Sebuah bentuk dapat berupa bentuk tunggal yang berupa root saja, tetapi ada juga yang berupa bentuk kompleks, yaitu bentuk yang sudah mendapat afiks atau beberapa afiks maupun proses reduplikasi atau komposisi. Untuk menganalisis unsur langsung, lazim digunakan diagram pohon, karena dengan diagram pohon ini akan lebih mudah dilihat unsur bawahan langsungnya, disamping juga sederhana.
2. Morfofonemik
2.1 Perubahan Fonem
a. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p,d,f/.
b. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /t,d,s/. fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.
c. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /ñ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s,c,j/.
d. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /ŋ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /k,g,x,h dan vokal /.
e. Fonem /?/ pada morfem berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan dengan morfem ke-an, peN-an, dan i.
2.2 Penambahan Fonem
a. Proses penambahan fonem /a,l/ terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Sehingga menjadi menge-
b. Proses penambahan fonem /a,/ terjadi sebagai akibat pertemuan morfem peN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Sehingga menjadi penge-
c. Akibat pertemuan morfen -an, ke-an, peN-an dengan bentuk dasarnya berakhir dengan vokal /a/ penambahan /w/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /u,o,aw/ dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /i,ay/ .
2.3 Hilangnya Fonem
a. Proses hilangnya fonem /N/ pada meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l,r,y,w, dan nasal/.
b. Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat peremuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem/r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /әr/
c. Fonem-fonem /p,t,s,k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu
3. Proses Pembubuhan Afiks
3.1 Fungsi dan Makna
3.2 Afiks meN-, menyatakan sesuatu perbuatan yang aktif lagi transitif, menjadi seperti keadaan yang tersebut pada bentuk dasarnya,atau dengan singkat padat, memakai apa yang tersebut pada bentuk dasarnya, berlaku atau menjadi sesuatu yang disebut pada bentuk dasarnya, menuju ketempat yang tersebut pada bentuk dasar, bermakna dalam keadaan.
3.3 Afiks ber-, menyatakan suatu perbuatan yang aktif, menyatakan makna dalam keadaan, kumpulan yang tersebut pada bentuk dasar, memakai apa yang tersebut pada bentuk dasar, mengendarai apa yang tersebut pada bentuk dasar, mengeluarkan apa yang tersebut pada bentuk dasar, mengadakan apa yang tersebut pada bentuk dasar, menuju ketempat yang tersebut pada bentuk dasar, mengusahakan apa yang tersebut pada bentuk dasar, mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasar.
3.4 Afiks di-, hanya memiliki satu fungsi ialah membentuk kata kerja pasif.
3.5 Afiks ter-, mengemukakan hasil perbuatan atau lebih mengutamakan aspek perfektif, menyatakan ketidaksengajaan dan ketiba-tibaan, menyatakan makna kemungkinan, menyatakan makna paling,
3.6 Afiks peN-, menyatakan makna yang melakukan perbuatan tersebut pada bentuk dasar, alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar, yang memilih sifat tersebut pada bentuk dasar, yang menyebabkan adanya sifat tersebut pada bentuk dasar, melakukan perbuatan yang berhubungan dengan bentuk dasar.
3.7 Afiks pe-, menyatakan makna orang yang pekerjannya.
3.8 Afiks per-, menyatakan makna membuat jadi lebih daripada yang disebut pada bentuk dasar.
3.9 Afiks se-, menyatakan makna satu, seluruh, sama seperti, dan setelah.
3.10 Afiks ke-, menyatakan kumpulan yang terdiri dari jumlah yang tersebut pada bentuk dasarnya, dan menyatakan urutan.
3.11 Afiks para-, menyatakan makna banyak.
3.12 Afiks maha-, menyatakan sifat Allah.
3.13 Afiks -kan,menyatakan makna perbuatan tersebut pada bentuk dasar dilakukan ntuk orang lain, melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar, menjadi seperti tersebut pada bentuk dasar, menganggap sebagai apa yang tersebut pada bentuk dasar, memasukan ke tempat tersebut pada bentuk dasar.
3.14 Afiks -i,menyatakan makna perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar itu dilakukan berulang-ulang, member apa yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan tempat, menyatakan mekna kausatif.
3.15 Afiks -an berupa sesuatu yang berhubungan pada bentuk dasarnya, menyatakan makna tiap-tiap, menyatakan satuan yang terdiri pada bentuk dasarnya, menyatakan makna beberapa, menyatakan makna sekitar.
3.16 Afiks -wan, menyatakan orang yang ahli dalam hal yang tersebut pada bentuk dasar, dan tugasnya berhubungan dengan hal yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan orang yang memiliki sifat tersebut pada bentuk dasar.
3.17 Afiks ke-an, menyatakan suatu abtraksi, menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan yang tersebut pada bentuk dasarnya, menyatakan makna dapat dikenai perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya, dalam keadaan tertimpa akibat perbuatan dan keadaan atau hal yang tersebut pada bentuk dasarnya, menyatakan makna tempat.
3.18 Afiks peN-an, menyatakan makna hal melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, cara melakukan hal tersebut pada kata sejalan, hasil perbuatan tersebut pada kata sejalan, alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, tempat melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan.
3.19 Afiks per-an, menyatakan makna perihal yang tersebut pada bentuk dasar, hal atau hasil melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, tempat melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, daerah yang berupa atau terdiri dari apa yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan makna berbagai-bagai.
3.20 Afiks ber-an, menyatakan makna perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan oleh banyak pelaku, perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan berulang-ulang, menyatakan makna saling.
3.21 Afiks se-nya, membentuk kata keterangan dari kata sifat.
3 Proses Pengulangan
Pengulangan adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak ( Ramlan,1965:57).
Menentukan bentuk dasar kata ulang
1) Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata.
2) Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.
Macam-macam pengulangan
1) Pengulangan seluruh, pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.
2) Pengulangan sebagian, pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya, hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks.
3) Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dalam golongan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi.
4) Pengulangan dengan perudahan fonem, kata ulang yang pengulangannya termasuk golongan ini sebenarnya sangat sedikit yaitu terdapat perubahan vokal dan perubahan konsonan pada bentuk dasarnya.
Sumber : Tugas Mata Kuliah Morfologi Bahasa Indonesia.
Catatan : Mohon maaf bila ada kesalahan, harap pembaca mau memberi koreksi yang salah khususnya ahli di bidang Morfologi Bahasa Indonesia.
Ramlan (1978:19) menjelaskan bahwa morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-peruahan bentuk kata terhadap golongan kata dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Nida (1949:1) menjelaskan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem dan susunannya di dalam pembentukan kata. Morfem adalah satuan terkecil bermakna yang akurat yang merupakan kata atau bagian kata. Susunan morfem yang diatur menurut morfologi suatu bahasa meliputi semua kombinasi yang membentuk kata atau bagian dari kata.
Verhaar (2004:97) juga menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang lunguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
1.1 Morf, Morfem, dan Alomorf
Dalam proses morfologi melibatkan unsur yang berupa morf dan alomorf. Morf merupakan unsur terkecil dari morfem yang secara struktur fonologik berbeda akan tetapi merupakan realisasi dari morfem yang sama.variasi morfem yang sama disebut alomorf. Lyons (1968:80) menyatakan bahwa morfem adalah unit analisis gramatikal yang terkecil. Katamba(1993:24) menjelaskan bahwa morfem adalah perbedaan terkecil mengenai makna kata atau makna kalimat atau dalam struktur gramatikal. Samsuri(1992:170) menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia men – adalah sebuah bentuk atau morf.
1.2 Prinsip Mengenal Morfem
Edi Subroto (1976:40) mengemukakan tentang ciri morfem, bahwa (1) morfem adalah satuan terkecil di dalam tingkatan morfologi yang bisa ditemukan lewat analisis morfologi, (2) morfem selalu merupakan satuan terkecil yang berulang-ulang dalam pemakaian bahasa (dengan bentuk yang lebih kurang sama)dengan arti gramatikal tertentu yang lebih kurang sama pula.
Samsuri(1992) mengemukakan tiga prinsip pokok pengenalan morfem. (1) Bentuk-bentuk yang berulang yang mempunyai pengertian yang sama, termasuk morfem yang sama. (2) Bentuk-bentuk yang mirip ( susunan fonem-fonemnya)yang mempunyai pengertian yang sama,termasuk morfem yang sama, apabila perbedaan-perbedaannya dapat diterangkan secara fonologis.(3) Bentuk-bentuk yang berbeda susunan fonem-fonemnya, yang tidak dapat diterangkan secara fonologis perbedaan-perbedaannya, masih bisa dianggap sebagai alomorf-alomorf dari morfem yang sama atau mirip, asal perbedaan itu dapat diterangkan secara morfologis.
1.3 Jenis Morfem
Berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibedakan menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas ialah morfem yang dalam tuturan bebas dapat berdiri sendiri, misalnya tidur, hujan, dan baca. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang dalam tuturan bebas tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus melekat pada bentuk lain yang berupa bentuk bebas, misalnya ke-an.
Berdasarkan wujudnya, morfem dapat dibagi menjadi dua, yaitu morfem segmental dan morfem suprasegmental. Morfem segmental adalah morfem yang terdiri atas susunan fonem-fonem segmental, misalnya kursi terdiri atas fonem /k/ /u/ /r/ /s/ /i/ sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terdiri atas fonem suprasegmental misalnya tekanan, nada dan sendi. Misalnya bapak guru dan bapak//guru. Dengan adanya morfem suprasegmental yang berupa jeda, maknanya akan berbeda.
Berdasarkan letaknya morfem juga dapat dibagi menjadi dua yaitu morfem utuh dan morfem terbagi. Misalnya minuman, makanan, terdiri atas bentuk dasar minum dan makan yang merupakan morfem utuh, dan bentuk -an berupa sufiks atau disebut morfem terbagi.
1.4 Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif ( Abdul Chaer, 2003: 177). Afiksasi adalah bentuk( morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata ( Anton Moeliono, 26-27).
Afiksasi adalah bentuk atau morfem terikat secara morfologis yang terdiri dari awalan (prefiks), sisipan ( infiks), akhiran ( sufiks) dan gabungan dari prefiks dan sufiks ( konfiks).
( Abdul Chaer).
Sedangkan simulfiks sebagiannya terletak di muka bentuk dasar, dan sebagian terletak di belakangnya. Afiks meN-kan, meN-i, di-kan, dan di-i tidak merupakan simulfiks karena afiks-afiks tersebut tidak melekat bersama-sama pada satu bentuk dasar, dan tidak bersama-sama mendukung satu fungsi.
1.5 Komposisi atau Pemajemukan
Komposisi adalah proses penggabuangan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memilki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru ( Abdul Chaer, 2003: 185).
Dalam bahasa Indonesia kerap kali didapati gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru. Kata yang terjadi dari dua gabungan kata itu lazim disebut kata majemuk. Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya.
Ciri-ciri kata majemuk:
1) Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata, yang dimaksud dengan istilah pokok kata ialah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas.
2) Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah strukturnya.
1.6 Infleksi dan Derivasi
Katamba (1993) menjelaskan bahwa infleksi adalah pembentukan kata yang berkaitan dengan perilaku sintaksis, atau berkaitan dengan ketentuan proses afiksasi secara sintaktikal; sedangkan derivasi adalah proses pembentukan kata yang digunakan untuk membentuk item leksikal baru. Sedangkan verhaar (2004:143) menjelaskan bahwa infleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya kata tulis, menulis, dan ditulis merupakan proses infleksi karena tidak terjadi perubahan identitas leksikal. Sedangkan kata penulis merupakan proses derivasi karena telah terjadi perubahan identitas leksikal(bukan tentang tulisan tetapi orang yang menulis)
1.7 Kata dan Leksem
Matthews (1974) membedakan pengertian kata sebagai berikut: (a) kata adalah apa yang disebut kata fonologis atau ortografis (phonological or orthographical word ), (b) kata adalah apa yang disebut leksem, dan (c) kata adalah apa yang disebut kata gramatikal (gramatic word). Edi subroto (1996:269) menjelaskan pengertian tersebut bahwa kata menurut pengertian (a) semata-mata didasarkan atas wujud fonologis atau ortografisnya saja, sedangkan menurut pengertian (b) dan (c) berhubungan dengan konsep infleksi dan derivasi, sehingga apabila kita berbicara mengenai leksem, tidak dapat dipisahkan dengan konsep infleksi dan derivasi. Katamba (1993:17) mengemukakan bahwa kita bisa menggunakan istilah kata untuk mengacu pada realisasi fisik dari suatu leksem dalam berbicara atau menulis,jadi kita bisa menganggap see, sees, seeing, seen sebagai empat kata yang berbeda dari leksem yang sama.
1.8 Stem, Base, dan Root
Katamba (1993:45) menjelaskan bahwa stem adalah bagian kata yang berada sebelum afiks infleksional. Base merupakan bentuk apa saja yang dapat ditambahkan dengan afiks, baik afiks infleksional yang diseleksi dengan alasan sintaktik maupun afiks derivasional yang mengubah makna atau katagori gramatikal base-nya. Sedangkan root adalah inti kata yang tidak dapat direduksi dan tidak ada hal lain yang menempel padanya.
1.9 Analisis Unsur Langsung
Sebuah bentuk dapat berupa bentuk tunggal yang berupa root saja, tetapi ada juga yang berupa bentuk kompleks, yaitu bentuk yang sudah mendapat afiks atau beberapa afiks maupun proses reduplikasi atau komposisi. Untuk menganalisis unsur langsung, lazim digunakan diagram pohon, karena dengan diagram pohon ini akan lebih mudah dilihat unsur bawahan langsungnya, disamping juga sederhana.
2. Morfofonemik
2.1 Perubahan Fonem
a. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /p,d,f/.
b. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /t,d,s/. fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.
c. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /ñ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /s,c,j/.
d. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /ŋ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan /k,g,x,h dan vokal /.
e. Fonem /?/ pada morfem berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan dengan morfem ke-an, peN-an, dan i.
2.2 Penambahan Fonem
a. Proses penambahan fonem /a,l/ terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Sehingga menjadi menge-
b. Proses penambahan fonem /a,/ terjadi sebagai akibat pertemuan morfem peN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Sehingga menjadi penge-
c. Akibat pertemuan morfen -an, ke-an, peN-an dengan bentuk dasarnya berakhir dengan vokal /a/ penambahan /w/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /u,o,aw/ dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar berakhir dengan /i,ay/ .
2.3 Hilangnya Fonem
a. Proses hilangnya fonem /N/ pada meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l,r,y,w, dan nasal/.
b. Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat peremuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem/r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /әr/
c. Fonem-fonem /p,t,s,k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu
3. Proses Pembubuhan Afiks
3.1 Fungsi dan Makna
3.2 Afiks meN-, menyatakan sesuatu perbuatan yang aktif lagi transitif, menjadi seperti keadaan yang tersebut pada bentuk dasarnya,atau dengan singkat padat, memakai apa yang tersebut pada bentuk dasarnya, berlaku atau menjadi sesuatu yang disebut pada bentuk dasarnya, menuju ketempat yang tersebut pada bentuk dasar, bermakna dalam keadaan.
3.3 Afiks ber-, menyatakan suatu perbuatan yang aktif, menyatakan makna dalam keadaan, kumpulan yang tersebut pada bentuk dasar, memakai apa yang tersebut pada bentuk dasar, mengendarai apa yang tersebut pada bentuk dasar, mengeluarkan apa yang tersebut pada bentuk dasar, mengadakan apa yang tersebut pada bentuk dasar, menuju ketempat yang tersebut pada bentuk dasar, mengusahakan apa yang tersebut pada bentuk dasar, mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasar.
3.4 Afiks di-, hanya memiliki satu fungsi ialah membentuk kata kerja pasif.
3.5 Afiks ter-, mengemukakan hasil perbuatan atau lebih mengutamakan aspek perfektif, menyatakan ketidaksengajaan dan ketiba-tibaan, menyatakan makna kemungkinan, menyatakan makna paling,
3.6 Afiks peN-, menyatakan makna yang melakukan perbuatan tersebut pada bentuk dasar, alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar, yang memilih sifat tersebut pada bentuk dasar, yang menyebabkan adanya sifat tersebut pada bentuk dasar, melakukan perbuatan yang berhubungan dengan bentuk dasar.
3.7 Afiks pe-, menyatakan makna orang yang pekerjannya.
3.8 Afiks per-, menyatakan makna membuat jadi lebih daripada yang disebut pada bentuk dasar.
3.9 Afiks se-, menyatakan makna satu, seluruh, sama seperti, dan setelah.
3.10 Afiks ke-, menyatakan kumpulan yang terdiri dari jumlah yang tersebut pada bentuk dasarnya, dan menyatakan urutan.
3.11 Afiks para-, menyatakan makna banyak.
3.12 Afiks maha-, menyatakan sifat Allah.
3.13 Afiks -kan,menyatakan makna perbuatan tersebut pada bentuk dasar dilakukan ntuk orang lain, melakukan perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar, menjadi seperti tersebut pada bentuk dasar, menganggap sebagai apa yang tersebut pada bentuk dasar, memasukan ke tempat tersebut pada bentuk dasar.
3.14 Afiks -i,menyatakan makna perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar itu dilakukan berulang-ulang, member apa yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan tempat, menyatakan mekna kausatif.
3.15 Afiks -an berupa sesuatu yang berhubungan pada bentuk dasarnya, menyatakan makna tiap-tiap, menyatakan satuan yang terdiri pada bentuk dasarnya, menyatakan makna beberapa, menyatakan makna sekitar.
3.16 Afiks -wan, menyatakan orang yang ahli dalam hal yang tersebut pada bentuk dasar, dan tugasnya berhubungan dengan hal yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan orang yang memiliki sifat tersebut pada bentuk dasar.
3.17 Afiks ke-an, menyatakan suatu abtraksi, menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan yang tersebut pada bentuk dasarnya, menyatakan makna dapat dikenai perbuatan yang tersebut pada bentuk dasarnya, dalam keadaan tertimpa akibat perbuatan dan keadaan atau hal yang tersebut pada bentuk dasarnya, menyatakan makna tempat.
3.18 Afiks peN-an, menyatakan makna hal melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, cara melakukan hal tersebut pada kata sejalan, hasil perbuatan tersebut pada kata sejalan, alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, tempat melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan.
3.19 Afiks per-an, menyatakan makna perihal yang tersebut pada bentuk dasar, hal atau hasil melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, tempat melakukan perbuatan yang tersebut pada kata yang sejalan, daerah yang berupa atau terdiri dari apa yang tersebut pada bentuk dasar, menyatakan makna berbagai-bagai.
3.20 Afiks ber-an, menyatakan makna perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan oleh banyak pelaku, perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar dilakukan berulang-ulang, menyatakan makna saling.
3.21 Afiks se-nya, membentuk kata keterangan dari kata sifat.
3 Proses Pengulangan
Pengulangan adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak ( Ramlan,1965:57).
Menentukan bentuk dasar kata ulang
1) Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata.
2) Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.
Macam-macam pengulangan
1) Pengulangan seluruh, pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.
2) Pengulangan sebagian, pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya, hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks.
3) Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dalam golongan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi.
4) Pengulangan dengan perudahan fonem, kata ulang yang pengulangannya termasuk golongan ini sebenarnya sangat sedikit yaitu terdapat perubahan vokal dan perubahan konsonan pada bentuk dasarnya.
Sumber : Tugas Mata Kuliah Morfologi Bahasa Indonesia.
Catatan : Mohon maaf bila ada kesalahan, harap pembaca mau memberi koreksi yang salah khususnya ahli di bidang Morfologi Bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar