Rasulullah SAW bersabda dengan maksud: Semua dosa akan ditangguhkan
Allah, yakni balasan menurut kehendakNya, hingga ke hari Qiamat, kecuali
balasan menderhakai kedua ibu bapa. Maka sesungguhnya Allah
menyegerakan balasan kepada pelakunya pada masa hidupnya sebelum mati -
Diriwayatkan oleh Al-Hakim
Suatu hari seorang alim berniat
untuk pergi ke Tanah Suci mengerjakan ibadah haji. Waktu dia meminta
izin kepada ibunya, ternyata ibunya yang sudah tua itu sangat keberatan.
Menurut
ibunya, “Tunda dahulu keberangkatanmu sampai tahun depan”. Ia merasa
bimbang terhadap keselamatan anaknya, kerana orang alim itu adalah
satu-satunya anak yang hidup dari hasil perkahwinan dengan almarhum
suaminya.
Rupanya orang alim yang soleh itu sudah tidak
dapat menahan keinginannya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Maka, walaupun tidak mendapat restu dari ibunya, dia berkemas-kemas lalu
berangkat menuju ke Tanah Haram.
Jelas keputusannya ini
bertentangan dengan ajaran Nabi kerana redho Allah bergantung kepada
redho orang tua, begitu pula murka Allah terletak dalam murka orang tua.
Ketika
menyaksikan anaknya yang pergi juga, ibu yang sudah tua itu
tergopoh-gapah mengejar anaknya. Akan tetapi anaknya itu sudah telalu
jauh. Dia tidak mendengar suara ibunya yang memanggil-manggil sambil
berlari-lari itu.
Dalam marahnya ibu yang sangat cinta
kepada anaknya tersebut menadahkan kedua tangannya lalu berdoa: “Ya
Allah, anakku satu-satunya telah membakar diriku dengan panasnya api
perpisahan. Ku mohon pada-Mu, balaslah dia dengan seksaan yang setimpal.
Sebagai ibunya, aku merasa sakit hati, ya Allah.”
Doa ini
jelas tidak pada tempatnya bagi seorang ibu yang seharusnya bijaksana.
Sebab di antara doa-doa yang dikabulkan adalah doa seorang ibu terhadap
anaknya. Bumi seolah-olah bergoyang mendengar doa ini.
Namun
orang alim tadi terus juga berjalan. Dekat sebuah kota kecil sebelum
sampai tempat tujuannya, orang alim itu berhenti melepaskan lelah.
Menjelang
Maghrib dia berangkat ke masjid dan solat sampai Isyak. Sesudah itu ia
terus mengerjakan solat-solat sunat dan wirid hingga jauh malam.Secara
kebetulan di sudut kota yang lain, pada malam itu terjadi peristiwa yang
menggemparkan.
Ada seorang pencuri yang masuk ke dalam
rumah salah seorang penduduk. Orang yang punya rumah terjaga dan
bersuara. Tiba-tiba pencuri itu terjatuh kerana terlanggar suatu benda
di kakinya.
Ketika terdengar bunyi sesuatu yang jatuh itu, maka orang yang punya rumah pun memekik-mekik sambil berkata: “pencuri! pencuri.”
Seisi
kampung terbangun semuanya. Dengan ketakutan pencuri itu lari sekuat
tenaga. Orang-orang kampung terus mengejarnya. Pencuri itu lari ke arah
masjid dan masuk ke halaman masjid tersebut. Orang-orang pun mengejar ke
sana. Ternyata pencuri itu tidak ditemukan di dalam rumah Allah itu.
Salah
seorang di antara mereka memberitahu kepada pemimpinnya: “Kita sudah
mencari di sekeliling masjid, namun tidak ada bekas-bekasnya
sedikitpun.”
Yang lainnya pula berkata: “Tidak mungkin dia
ditelan bumi, aku yakin dia belum lari dari sini. Kalau di luar masjid
tidak ada, mari kita cari ke dalam masjid. Berkemungkinan dia
bersembunyi di situ.”
Maka orang-orang pun masuk ke dalam
masjid. Ternyata betul, di dekat mimbar ada seorang asing sedang duduk
membaca tasbih. Tanpa bertanya-tanya lagi orang itu ditarik keluar.
Tiba
di halaman masjid, orang tadi sudah terkulai dan pengsan kerana dipukul
beramai-ramai. Penguasa hukum di kota tersebut malam itu juga
memutuskan suatu hukuman yang berat kepadanya atas desakan masyarakat
yang marah. Maka orang tersebut diikat pada tiang dan dicambuk badannya.
Keputusan
dari hakim ini jelas menyalahi ajaran Nabi, bahawa seorang hakim
seharusnya menyelidiki hingga hujung suatu perkara, dan tidak boleh
menjatuhkan keputusan berdasarkan hawa nafsu.
Begitu juga
walaupun lelaki itu dituduh menodai kesucian masjid kerana bersembunyi
di dalamnya, dengan berpura-pura bersembahyang dan membaca wirid,
padahal dia adalah pencuri.
Pagi-pagi lagi seluruh
penduduk kota itu sudah berkumpul di pasar menyaksikan jalannya hukumam
qisas itu. Selain algojo melaksanakan tugasnya, orang-orang pun
bersorak-sorak melihat si alim dicambuk hingga pengsan.
Mereka
tidak lagi mematuhi ajaran Islam untuk berbuat adil terhadap siapa
saja, termasuk kepada pencuri yang jahat sekalipun. Darah memercik ke
sana ke mari, orang-orang kelihatan semakin puas.
Semakin
siang semakin ramai orang yang berkumpul menonton dan meludahi pencuri
yang terkutuk itu. Dalam kesakitannya, orang alim yang dihukum sebagai
pencuri itu mendengar salah seorang penduduk yang berkata: “Inilah
hukuman yang setimpal bagi pencuri yang bersembunyi di dalam masjid!”
Sambil meludah muka orang alim tersebut.
Orang yang
dihukum yang dianggap pencuri ini dengan suara yang tersendat-sendat
membuka mulutnya berkata: “Tolong jangan katakan demikian. Lebih baik
beritahukanlah kepada orang ramai bahawa saya ini adalah hamba Allah
yang ingin mengerjakan ibadah haji, tapi tidak mendapat restu dari orang
tua.”
Mendengar ucapan ini, orang yang mendengar jadi
terkejut dan menanyakan siapakah dia sebenarnya. Orang alim tadi membuka
rahsianya, dan masyarakat jadi serba salah. Akhirnya mereka terpaksa
memberitahukan hal itu kepada hakim.
Setelah hakim itu
datang dan tahu duduk perkara yang sebenarnya, maka semua mereka
menyesal. Mereka kenal nama orang alim itu, iaitu orang yang soleh dan
ahli ibadah.
Cuma belum pernah tahu rupanya. Ibu-ibu yang
hadir serta orang tua lainnya ramai yang merasa sedih tidak dapat
menahan diri, tapi sudah tidak ada gunanya.
Malamnya, atas permintaan orang alim itu setelah dibebaskan dari seksaannya, dihantarkan ke rumah ibunya.
Pada
waktu orang alim tersebut akan dihantar, ibunya telah berdoa: “Ya
Allah, jika anakku itu telah mendapatkan balasannya, maka kembalikanlah
dia kepadaku agar aku dapat melihatnya.”
Begitu selesai
doa si ibu, orang yang membawa anaknya pun sampai. Orang alim itu minta
didudukkan di depan pintu rumah ibunya, dan mempersilakan orang yang
mengantarnya itu pergi. Sesudah keadaan sunyi kembali, tidak ada orang
lain, maka orang alim itupun berseru dengan suara yang pilu:
“Assalamualaikum.”
Maka terdengarlah suara oang tua yang
menjawab salamnya dari dalam. Bergetar hati si alim mendangar suara itu:
“Saya adalah musafir yang terlantar. Tolonglah beri saya roti dan air
sejuk,” kata orang alim itu menyamar diri.
“Mendekatlah engkau ke pintu. Hulurkan tanganmu melalui celah pintu,” jawab suara tadi dari dalam.
“Maaf,
saya tidak boleh mendekati pintu kerana kedua kaki saya sangat kaku.
Saya juga tidak dapat menghulurkan tangan melalui celah pintu, kerana
tangan saya terasa letih.”
“Jadi bagaimana caranya?” Si
ibu mengeluh kehilangan akal. “Antara kita ada pemisah yang tidak boleh
dilanggar. Engkau lelaki yang tidak saya kenal, dan saya, walaupun sudah
tua, adalah seorang perempuan.”
“Jangan bimbang wahai
puan,” kata orang alim tersebut. “Saya tidak akan membuka mata kerana
kedua mata saya sangat pedih, jadi saya tidak akan melihat ke arah
puan.”
Mendengar jawapan itu, tidak beberapa lama kemudian
perempuan itu pun keluar membawa sepotong roti dan segelas air sejuk.
Orang alim itu begitu saja merasakan kehadiran ibunya, sudah tidak mampu
lagi menahan diri.
Ia memeluk kaki ibunya dan menjerit
sambil menangis: “Ibu, saya adalah anak ibu yang derhaka.” Ibunya pun
merasa sedih. Dipandangnya orang cacat di mukanya itu lalu ia menjerit
ternyata adalah anaknya. Mereka berdua saling berpelukan dalam tangisan.
Ketika
itu juga perempuan tersebut menadahkan tangannya memohon ampun kepada
Allah: “Ya Allah, kerana telah jadi begini sungguh saya menyesal atas
kemarahan saya kepada anak sendiri, saya bertaubat untuk tidak
mengulangi lagi perkara ini, ampunilah saya ya Allah, serta ampunilah
dosa orang-orang yang menyeksanya kerana kami semua telah disesatkan
oleh godaan iblis dengan nafsu marah.
Pengembangan program KRR melalui jalur Pramuka sangatlah strategi, hal ini mengingat Gerakan Pramuka adalah suatu Gerakan Pendidikan untuk kaum muda (peserta didik 7 s.d 25 tahun) yang bersifat sukarela, non politik, terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal usul, ras, suku dan agama yang menyelenggarakan kepramukaan melalui sistem nilai yang didasarkan pada Satya dan Darma Pramuka.